Foto ilustrasi www.pexels.com |
Ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam beserta kaumnya hijrah ke Madinah, maka
Rasulullah sebagai kepala negara mendapatkan beberapa tantangan.
Masalah-masalah tersebut terkait dengan masalah sosial, masalah politik dan
masalah ekonomi. Masalah sosial Rasulullah harus mampu menyatukan dua kelompok
yang secara dasar memiliki sifat dan karakter yang sangat jauh berbeda, yaitu
kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Pada akhirnya Rasulullah berhasil
menyatukan dua kelompok dengan mempersaudarakan mereka, meskipun ada beberapa
orang yang tidak begitu suka terhadap Rasulullah SAW, seperti Abdullah bin Ubay
bin Salul.
Meski terdapat beberapa kelompok yang secara dasar tidak
menyukai Rasulullah SAW, seperti kaum Yahudi yang terdiri dari tiga kabilah
besar (Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah) dan beberapa suku-suku
kecil lainnya. Termasuk juga kelompok Abdullah bin Ubay bin Salul yang disebut
sebagai kelompok musyrikin, ada juga di antara mereka masuk Islam
tak lama pasca hijrah. Ini merupakan sebuah realitas yang harus dihadapi oleh Rasulullah dalam
membendung masalah sosial yang terjadi di antara beberapa kelompok-kelompok ini.
Tidak hanya masalah sosial, Rasulullah juga dihadapkan oleh
masalah-masalah ekonomi yang tidak kalah pentingnya untuk kemajuan dan kemakmuran
suatu daerah. Sebelum kedatangan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, Madinah memang belum memiliki
sistem pemerintahan secara terpusat. Hal ini disebabkan karena pada masa awal pemerintahan
Rasulullah, beliau belum mempunyai sumber keuangan yang dapat dimobilisasi
untuk membiyayai administrasi dan pembangunan.
Tonggak perekonomian di Madinah adalah pertanian dan
peternakan, sementara kaum muhajirin memiliki keahlian dalam bidang
perdagangan. Sedangkan kaum Muhajirin juga memerlukan biaya hidup dan tempat
tinggal yang layak. Kaum Anshar membagikan pohon-pohon kurma mereka dan
menawarkan tanah-tanah mereka kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam untuk dibagikan kepada kaum Muhajirin. Di sinilah terlihat kedermawanan kaum Anshar yang digambarkan dengan
indah di dalam Al-Qur’an.
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah
beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar)
mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar)
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin),
atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung,”
(Q.S. Al-Hasyr: 9)
Selain itu, Rasulullah juga melakukan beberapa langkah
reformasi untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, di antaranya adalah:
1.
Membangun
Masjid Nabawi
Dalam meningkatkan aqidah dan
menanamkan keimanan serta akhlaq yang baik maka membangun masjid menjadi sarana
prioritas dalam menciptakan dan membentuk hal tersebut. Segala bentuk tradisi,
ritual, serta berhala-berhala sebagai sesembahan mereka masa lampau sedikit
demi sedikit mulai dikikis. Masjid juga merupakan tempat sentral dalam
melakukan perkumpulan-perkumpulan seperti musyawarah, pusat pendidikan dan
lain-lain.
2.
Menetapkan
system Muakhah (persaudaraan) antara Muhajirin dan Anshar
Selain membangun masjid sebagai
tempat pusat perkumpulan, hal lain yang juga dibutuhkan adalah sebuah sistem yang
dapat menjamin kelayakan hidup kaum Muhairin. Karena status dan keberadaan
mereka memang membutuhkan hal demikian, selain itu juga agar kaum muhajirin
tidak selalu merasa bergantung dengan kaum Anshar selama tinggal di madinah.
Atas dasar itulah, sitem muakhah dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan
resmi.
3.
Meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam membangun struktur
masyarakat Madinah di atas aturan-aturan yang sangat toleran, melampaui
kebiasaan yang berlaku pada zaman itu yang dipenuhi dengan fanatisme kekuasaan
dan kebanggaan ras.
Beliau melaksanakan kepemimpinannya
dengan menerapkan system musyawarah, ukhuwah islamiyah, dan menjalin hubungan
baik dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam yang tinggal dan menetap
di Madinah.
0 comments:
Post a Comment