Foto ilustrasi www.pexels.com |
Setiap orang pasti memiliki hak dan kewajiban yang harus ditunaikan dan diberikan. Ketika seseorang telah melaksanakan kewajibannya dengan benar, maka hak yang harus mereka dapatkan segera lekas diberikan kepada mereka. Sebaliknya, jika kewajiban belum sempurna terlaksanakan, seorang karyawan tidak layak untuk menagih serta menuntut hak-hak mereka. Begitu pula para penguasa dalam sebuah pekerjaan, mereka harus adil dan bijak dalam memberikan hak-hak yang hendak ditunaikan kepada bawahannya jika telah melaksanakan dan menyempurnakan kewajiban mereka.
Rasulullah sangat mewanti-wanti para penguasa ketika mendzholimi pekerjaan karyawannya dengan cara memperlambat atau bahkan dengan tidak memberikan hak mereka sama sekali. Rasulullah SAW bersabda: “Berikanlah gaji pekerja sebelum kering keringatnya,” (H.R. Ibnu Majah)
Seakan-akan Rasulullah memberikan batasan waktu kepada penguasa. Sebab mensegerakan membayar hak karyawan merupakan sebuah amanah yang sangat penting untuk dilaksanakan. Karena sejatinya pekerja itu juga bekerja untuk menafkahi keluarganya. Maka jika terdapat majikan atau penguasa mendzolimi pekerjanya dengan menunda atau tidak memeberikan haknya, maka otomatis dia juga turut mendzolimi seluruh keluarganya yang menjadi tanggung jawab si pekerja tersebut.
Allah pun turut mengecam perbuatan dzholim tersebut dalam hadits sebuah Qudsi. Dalam hadits Qudsi disebutkan,
“Ada tiga golongan orang yang kelak pada hari kiamat akan menjadi musuh-Ku. Barangsiapa menjadi musuh-Ku maka Aku memusuhinya. Yakni, seorang yang berjanji setia kepada-Ku lalu ingkar (berkhianat), seorang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya, serta orang yang mempekerjakan seseorang, tetapi dia tidak memenuhi gajinya,” (H.R. Bukhari dan Ibnu Majah)
Allah menggolongkan orang yang tidak memberikan hak seorang pekerja sebagai golongan yang kelak di akhirat sebagai musuh Allah SWT. Betapa hinanya ketika golongan tersebut di cap dengan label seorang musuh Allah, sedangkan begitu banyaknya orang dengan kesengsaraan dan penuh harap atas usaha dan amal ibadahnya ingin menjadi kekasih Allah SWT, layaknya Ibrahim a.s. yang bergelar Khalilullah (kekasih Allah). Lalu, masihkah para penguasa dan majikan akan terus-menerus mendzholimi karyawan dan keluarganya?
Rasulullah SAW menjelaskan ketika kita ingin mempekerjakan orang, agar menjelaskan gaji atau imbalannya. Bahkan Rasul melarang kita untuk tidak transparan dalam masalah gaji kepada karyawannya tersebut. Hal ini agar memberikan rasa kepercayaan dan keyakinan terhadap akad yang telah disepakati bersama antara dua belah pihak (pemberi pekerjaan dan yang diberi pekerjaan). Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang mempekerjakan sesorang, maka hendaklah dia memberitahukan gajinya,” dan beliau melarang mempekerjakan seseorang sebelum memperjelaskan gajinya.” (H.R. Al-Baihaqi)
Di dalam urusan gajipun kita harus memberikannya sesuai dengan tingkat dan kadar pekerjaan tersebut. Artinya, kita dituntut untuk professional dalam menentukan upah atau gaji yang akan kita berikan kepada pekerja. Serta harus juga diperhatikan adalah penilaian terhadap kesungguhan dan kerja keras mereka dalam mengemban kewajiban. Sehingga kita bisa mempunyai ukuran dan penilaian dalam memprofesionalkan diri. Allah berfirman:
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman." (Q.S. Al-A’raf: 85)
Selain itu, jangan sampai ada unsur pemaksaan dalam mempekerjakan orang. Islam sendiri tidak mengajarkan umat-Nya untuk memiliki sifat memaksa terhadap sesama. Bahkan dalam masalah memeluk agama pun Allah mengatakan tidak ada paksaan di dalam agama, apalagi yang hanya sekedar mempekerjakan orang dalam suatu pekerjaan. (Ali Muhtadin)
0 comments:
Post a Comment