www.pexels.com |
Manusia di dunia dituntut untuk hidup serba
mandiri. Tidak mudah untuk manusia dalam menjaga keimanannya hanya untuk memenuhi
kebutuhan perutnya semata. Begitu banyak manusia mengorbankan iman dan agamanya
hanya karena karena urusan materi yang sebenarnya tidak seberapa. Sejatinya,
mereka hanya mengesampingkan fitrah keimanannya lalu mengedepankan keinginan
syahwat yang menggoda.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam sebenarnya sudah memberikan aturan-aturan dan
pandangan hidup dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia,
termasuk dalam sebuah pekerjaan. Manusia dituntut untuk mampu hidup mandiri
namun tetap harus dalam aturan koridor syari’at Islam. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang
lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan
sesungguhnya nabi Daud ‘alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih
payahnya sendiri.” (HR. Bukhari)
Persaingan hidup yang terjadi di era sekarang ini membuat
kebanyakan manusia kebingungan dalam menentukan arah hidup. Manusia
berlomba-lomba dalam menumpuk harta tanpa peduli cara mendapatkannya. Allah Ta'ala
sendiri mengecam orang-orang yang dengan sengaja mencari harta dengan jalan
yang tidak diridhloi. Firman Allah Ta'ala dalam surat An-Nisa’
ayat 29:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu.” (Q.S. An-Nissa’: 29)
Allah SWT tidak hanya melarang dan mencegah untuk saling
berebut harta dengan cara bathil, namun Allah juga memberikan pesan untuk
hamba-Nya bekerja dengan cara perniagaan. Namun, Allah memberikan batasan bahwa
perniagaan (perdagangan) harus menempuh cara yang benar, salah satunya suka
sama suka. Di hadits Rasulullah SHalallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda terkait masalah perniagaan.
“Dari sahabat Rafi’
bin Khadij ia menuturkan: Dikatakan (kepada Rasulullah), “Wahai Rasulullah!
Penghasilan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Hasil pekerjaan
seseorang dengan tangannya sendiri, dan setiap perniagaan yang baik.” (HR.
Ahmad, Ath-Thabrani, Al-Hakim, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Perniagaan (perdagangan) adalah pekerjaan dengan faktor
keuntungan lebih besar dari pekerjaan yang lainnya. Abdurrahman bin ‘Auf,
seorang sahabat yang terkenal dengan hartanya yang melimpah adalah seorang
sahabat yang menggeluti dunia bisnis (perdagangan). Bahkan istri pertama Rasulullah, Khadijah adalah seorang wanita yang terkenal sukses dalam dunia bisnis di
kalangannya pada saat itu. Rasulullah pun sempat menjadi seorang pedagang
dan sering melakukan perjalanan perdagangan dari satu tempat ke tempat lain.
Namun, bukan berarti dalam dunia perdagangan tidak ada
tantangan dan godaannya. Kerap kali para pedagang tergoda hanya karena uang dan
penghasilan yang selalu kurang dan tidak puas. Bahkan salah satu surat di dalam
Al-Qur’an yang turun disebabkan karena begitu banyak para pedagang yang curang
dalam masalah timbangan pada kala itu, yaitu surat Al-Muthafifin. Maka,
merupakan tantangan besar seorang pebisnis untuk tetap menjaga keimanannya
supaya tetap dalam taqwa kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan
dibangkitkan pada hari kiamat sebagai para penjahat kecuali pedagang yang
bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR. Tirmidzi).
Maka, Allah memberikan jalan pilihan seorang hamba dengan
tetap menyampaikan akibat dari sebuah pilihan tersebut. Sudah sepatutnya kita sebagai
seorang muslim memilih jalan yang sudah menjadi fitrah kita.(AM)
0 comments:
Post a Comment