ads top

Adab Seorang Guru

Foto ilustrasi http://www.newstatesman.com
Segala bentuk perbuatan pastilah mempunyai cara dan etika yang harus diikuti. Sebab hal yang demikian menentukan seberapa patuh seseorang terhadap aturan-aturan yang telah dibuat.

Dalam menjadi seorang pengajar terlebih adalah pengajar Al-Qur’an, mereka dituntut untuk mentaati adab dan etika yang telah berlaku secara umum di masyarakat. Berikut adalah adab-abab yang telah dirangkum dari aspek global masyarakat dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.

1. Berniat Mengharap Ridhlo Allah

Niat merupakan langkah awal dalam sebuah amal dan ibadah yang akan dikerjakan. Sebelum seseorang hendak melaksanakan suatu pekerjaan, khususnya perkara-perkara yang berkaitan dengan masalah ibadah, maka terlebih dahulu agar mereka memperbaiki niat dan tujuan awal, sebab segala bentuk perbuatan seseorang bergantung dari apa yang telah ia niatkan. Jika niat yang telah dibentuk adalah mengharap ridha dari Allah, maka segala bentuk perbuatannya pasti akan bermuara kepada sebuah pendekatan diri kepada Allah pula. Demikian juga masalah lain yang harus diperhatikan dalam menjadi seorang pengajar Al-Qur’an adalah mengukuhkan niat ikhlas karena Allah SWT. Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari).

2. Tidak Mengharap Hasil Duniawi.

Niat yang telah tertata dengan rapi karena Allah SWT jangan sampai ternodai hanya karena ingin mendapat keuntungan duniawi saja. Maka tidak heran jika kemudian muncul istilah ustadz bertarif dan lain sebagainya. Maka dari itu Allah SWT berfirman:

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (Q.S. As-Syuara: 20)

3. Waspadai Sifat Sombong.

Terkadang gelar dan jabatan yang di emban seakan menambah harkat dan martabat seseorang. Dengan penghargaan yang diperoleh tersebut, memberikan peluang bagi mereka untuk terjangkit sifat sombong. Dengan ilmu yang luas kemudian banyak dibutuhkan oleh masyarakat banyak terkadang menjadikan seseorang merasa berada diatas segalanya. Padahal sejatinya apa yang di miliki hanyalah sedikit dari kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.

4. Memperlakukan Murid Dengan Baik.

Seorang guru atau pengasuh selayaknya bersikap santun terhadap murid yang menjadi tanggung jawab mereka. Nabi SAW pernah bersabda:

“Sungguh orang-orang akan mengikuti kalian. Sungguh akan datang kepada kalian orang-orang dari berbagai penjuru bumi untuk mendalami pemahaman tentang agama Ini, jika mereka mendatangi kalian, perlakukan mereka dengan baik.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majjah).

5. Menasehati Murid.

Hendaknya ada sebuah kepedulian seorang guru terhadap murid dengan selalu memberikan nasehat-nasehat yang memotivasi dan menginspirasi mereka. Rasulullah bersabda:

“Dari Abu Ruqayyah berkata, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Untuk siapa (nasihat itu) wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim).

Maka, sebisa mungkin apa yang telah diberikan kepada seseorang menjadi bekal kelak di akhirat. Sehingga amal perbuatan yang ditanam berupa ilmu yang bermanfaat tersebut dapat membantu timbangan amal perbuatan baik dan menjadi sebuah amal jariyah yang mana pahalanya senantiasa mengalir meski ajal sudah menjemput. (Ali Muhtadin)
Bagikan! Bagikan! Bagikan! Bagikan!

About Redaksi

0 comments:

Post a Comment